PEMBAHASAN
Matematika adalah ilmu yang harus dipelajari sejak dini, pembelajaran matematika memberikan pengalaman belajar dengan serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Dalam mempelajari matematika ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, salah satunya adalah faktor gender. Perbedaan gender tentu menyebabkan perbedaan fisiologi dan mempengaruhi perbedaan psikologis dalam belajar, sehingga laki-laki dan perempuan memiliki banyak perbedaan dalam mempelajari matematika.
Menurut Susento perbedaan gender bukan hanya berakibat pada perbedaan kemampuan matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika. Perbedaan gender berpengaruh dalam pembelajaran matematika yang terjadi di usia sekolah dasar. Proses pembelajaran matematika yang menyenangkan adalah dengan memperhartikan aspek perbedaan jenis kelamin sehingga siswa laki-laki dan perempuan tidak lagi takut atau cemas dalam pelajaran matematika.
Dalam pembelajaran disekolah diharapkan tidak terjadi bias gender, karna jika hal itu terjadi akan merugikan siswa perempuan secara psikologis. Bias gender menurut Fakih adalah pembentukan sifat atau karakter laki-laki dan perempuan secara sosial yang menguntungkan kaum laki-laki dan merugikan kaum perempuan.
Dalam faktor gender, siswa perempuan cenderung memiliki motivasi rendah dalam belajar matematika dibandingkan dengan siswa laki-laki, hal ini dipengaruhi oleh belahan otak kanan siswa laki-laki mempunyai kemampuan yang lebih kuat dibidang numerik dan logika dari pada belahan otak kanan siswa perempuan. Akan tetapi belahan otak kiri siswa perempuan memiliki kelebihan dibidang estetika dan relegius. Intelegensi yang tinggi pada perempuan cenderung tidak pernah mempunyai ketertarikan yang menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti laki-laki, perempuan lebih dekat pada masalahmasalah kehidupan yang praktis dan konret, sedangkan laki-laki lebih tertarik pada konsep abstark. Contohnya seperti anak perempuan lebih unggul dalam bidang menulis dan bahasa, sedangkan anak laki-laki lebih unggul dalam bidang matematika.
Beberapa penelitianpun menguji bagaimana perbedaan gender dalam pembelajaran matematika, laki-laki dan perempuan dibandingkan dengan menggunakan variabel-variabel termasuk kemampuan bawaan, sikap motivasi, bakat dan kinerja, akibatnya perbedaan gender dalam matematika cukup sulit untuk diubah. Namun ada beberapa kajian yang menyatakan bahwa tidak ada peran gender sehingga perempuan bisa lebih unggul dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan matematika.
Pada suatu penelitian, didapat bahwa siswa dengan skor tinggi pada tes ketrampilan verbal yang disertai dengan skor rendah pada tes visualisasi spatial menggunakan petunjuk verbal untuk menyelesaikan soal-soal matematika, sedangkan siswa dengan pola kemampuan sebaliknya mengandalkan petunjuk gambar, visual. Anak perempuan memiliki skor keterampilan matematika verbal yang tinggi dan ketrampilan matematika spatial nya rendah, dan mereka merasa kesulitan mengubah informasi verbal menjadi bentuk gambar.Penelitian ini juga menemukan bukti perbedaan strategi yang digunakan anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan untuk menyelesaikan soal spatial. Bukti ini menunjukkan bahwa anak laki-laki mengandalkan strategi spatial untuk menyelesaikan tugas rotasi-mental, sedangkan anak perempuan cenderung menggunakan strategi verbal untuk menyelesaikan tugasnya.
Pada literasi matematika, pencapaian siswa laki-laki lebih tinggi dibanding siswa perempuan hampir semua negara peserta yang diteliti PISA. Kemampuan matematika antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan di Indonesia menurut PISA 2006 menunjukan kemampuan rata-rata matematika siswa laki-laki lebih tinggi 17 poin dari pada perempuan.
Belakangan ini hasil penelitian mengenai adanya pengaruh gender dalam pembelajaran sering kali tidak signifikan secara statistik. Hasil penelitian terakhir menunjukan bahwa anak perempuan secara konsisten memperoleh prestasi yang lebih baik dari pada anak laki-laki. Sebagaimana menurut Orhun (2007), hasil menunjukan bahwa terdapat perbedaan gaya belajar anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan lebih menyukai gaya belajar konvergen, sedangkan anak laki-laki menyukai gaya belajar assimilator. Yang dimaksud dengan gaya belajar konvergen adalah menggunakan konseptualisasi abstrak dan melakukan eksperimentasi secara aktif, gaya belajar ini lebih menyukai inquiry tipe discovery. Dan untuk gaya belajar assimilator adalah menggunakan konseptualisasi abstrak dan observasi refleksi, mereka belajar dengan melihat dan berpikir.
Faktor Yang Menyebabkan Perempuan Lebih Berprestasi
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa anak perempuan memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari pada anak laki-laki, hal ini pun diungkapkan oleh Rushton (dalam Clerkin and Macrae, 2006) yang menjelaskan bahwa perbedaan prestasi belajar laki-laki dan perempuan lebih disebabkan oleh perbedaan tingkat inteligensi. Laki-laki lebih aktif daripada perempuan. Akan tetapi, keaktifan laki-laki ini menyebabkan anak laki-laki menjadi lebih sulit untuk diatur. Hal inilah yang menyebabkan laki-laki memiliki prestasi belajar yang lebih rendah daripada perempuan.
Menurut Mitsos dan Browne (dalam Haralambos dan Horlborn, 2004) perempuan lebih banyak memiliki prestasi karna perempuan lebih termotivasi dan bekerja lebih rajin dari pada laki-laki. Kepercayaan diri lebih baik dari pada laki-laki dalam menyelesaikan tugas belajarnya, dan turut mendukung prestasi belajarnya.
Menurut Budi Cahyono (2017), berdasarkan hasil analisis kemampuan berpikit kritis dalam memecahkan maslah ditinjau dari gaya kognitif dan gender didadapat bahwa:
1. Pada tahap fokus, laki-laki dapat mengidentifikasi soal-soal yang ada dalam soal secara jelas ringkas, efektif dan efisien karna hanya mengidentifikasi permasalahan berdasarkan unsur yang hanya terkait dengan masalah, sedangkan perempuan mengidentifikasi fakta-fakta yang diberikan dalam soal secara jelas, logis, terperinci dan lengkap baik itu yang akan digunakan untuk mengerjakan soal ataupun tidak.
2. Pada tahap reason, anak perempuan dalam mengambil keputusan ataupun kesimpulan didasari dengan alasan yang berupa kata-kata dan cenderung terperinci, lengkap, jelas, dan relevan, hal ini membutuhkan waktu yang lebih lama, sedangkan laki-laki cenderung singkat, jelas, masih relevan, dan sering menggunakan sketsa gambar untuk menjelaskan alasan tersebut, hal ini memakai waktu yang lebih cepat dari pada anak perempuan
3. Pada tahap inference, anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama mampu untuk menarik kesimpulan sesuai dengan yang diminta dalam soal, dan mampu memberikan alasan dari kesimpulan tersebut
4. Pada tahap situation, anak laki-laki membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam gaya kognitif dalam menggunakan informasi yang penting dan mengesampikan informasi yang tidak penting, sedangkan perempuan membutuhkan waktu yang lebih lama
5. Pada tahap crarity, anak laki-laki dan perempuan mampu mmberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kesimpulan akhir, mampu menjelaskan istilah pada soal, namun dalam membuat contoh kasus seperti masalah dalam soal yang diberikan, sedangkan perempuan membuat contoh kasus seperti masalah dalam soal yang diberikan relative sama dengan contoh soal, seperti hanya mengganti nama dan ukurannya saja
6. Pada tahap overview, anak laki-laki dan perempuan mampu mengecek kebenaran dari solusi yang didapat dari mengkaitkan konteks situasi masalah yang diberikan. Namun anak laki-laki memberikan jawabannya dengan tegas dan yakin bahwa jawaban tersebut benar, sedangkan perempuan memberika jawabannya dengan sedikit keraguan atas jawaban yang diperoleh
Jadi kesimpulannya beberapa penelitian menyatakan bahwa adanya faktor gender dalam pembelajaran matematika, namun ada beberapa penelitian mengungkapkan bahwa gender tidak berpengaruh secara signifikan dalam pembelajaran matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. (2017). ANALISIS KETRAMPILAN BERFIKIR KRITIS DALAM MEMECAHKAN MASALAH DITINJAU PERBEDAAN GENDER. AKSIOMA, 54-59.
Hardy, Hudiono, B., & Rajiin, M. (2015). PENGARUH GENDER DAN STRATEGI PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA. NELITI, 2-3
MZ, Z. A. (2013). Perspektif Gender Dalam Pembelajaran Matematika . MARWAH, 16- 17.
Purwanti, K. L. (2013). Perbedaan Gender Terhadap Kemampuan Berhitung Matematika Menggunakan Otak Kanan Pada Siswa Kelas 1. SAWWA, 112-113.

Komentar
Posting Komentar